Karena Dakwah Bukan Hanya Tugas Kyai


KARENA DAKWAH BUKAN HANYA TUGAS PARA KYAI
Muhammad Ruslan Hidayatullah


Dalam  Al-Qur’an surat Yasiin ayat 20 Allah berfirman yang artinya “ Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata ; Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu”.
Habib Ibn Surri An-Najjar. Ialah nama yang ditafsirkan para mufassir seperti Jalaluddin Suyuti dan Jalaluddin Al Mahali dalam kitabnya Tafsir Jalalain sebagai ”seorang laki-laki”. Habib Ibn Surri An-Najjar merupakan seorang penduduk kota Intakiah yang beriman kepada ketiga utusan Nabi Isa a.s, seorang tukang kayu dari ujung kota ini, yang Allah menjadikan sosok yang sesungguhnya tak disebut namanya di dalam ayat tersebut sebagai teladan.
Habib mengajak kaumnya agar mereka beriman kepada ketiga utusan Nabi Isa a.s yang mana mereka tidak meminta upah sedikitpun atas dakwahnya. Namun kaumnya tetap membangkang bahkan mereka malah membunuh Habib An-Najjar.
Dia bukan Rasul, bukan Nabi, bukan pula Ulama, tetapi dia menjadi elemen dakwah rasul, terhadap murid-murid nabi Isa a.s, namanya mungkin asing di bumi, namun dirindukan oleh para penghuni langit. Dia juga bukan “pemain inti”, namun Allah memuliakannya, sehingga perkataannya direkam dalam ayat Al-Qur’an. ”Wahai kamku, ikutilah utusan-utusan Allah itu.”
Banyak yang beranggapan bahwa dakwah hanyalah tugas para ustadz, kyai , ulama atau orang- orang yang paham agama serta medan dakwah yang dikonotasikan dengan majelis taklim, mimbar maupun ruang-ruang formal semisal. Hingga pada akhirnya, berdakwah hanya didentikkan dengan berceramah, dan ini menjadikan pandangan seorang muslim  yang bukan ustadz atau kyai merasa tidak ada beban tanggung jawab untuk berdakwah.
Sebagai seorang muslim, kita seharusnya mempunyai komitmen pada diri untuk berusaha berdakwah sekalipun dengan batas minimal ilmu yang kita kuasai. Berusaha untuk mengajak orang-orang dalam hal kebaikan, dan memberi manfaat kepada mereka sehingga ajaran islam yang universal ini, dapat dirasakan oleh semua ummat manusia.
Terciptanya sinergi,  itulah yang penting dalam dakwah. Allah tidak melihat posisi, dan apapun kedudukan kita. Sebagai mu’allim ataupun penceramah maupun sebagai muharrik yang menyunting, mengkonsep acara atau sekadar menyebarkan pamflet - pamflet kajian. Namun, yang Allah lihat adalah jernihnya niat kita serta besar ikhtiar ketulusan hati kita hanya untuk mendapat ridho-Nya.
Meminjam perkataan Abdur Arsyad ”meskipun kita bukan bagian dari “kereta” dakwah, tapi setidaknya janganlah kita mau menjadi “kerikil” pengganggu diatas rel.


Penulis: Muhammad Ruslan Hidayatullah
Editor: Muhammad Rizki Rajawali

Comments

Popular posts from this blog

APA SIH, LDK? KENAPA HARUS LDK?

Surat Keputusan Pengurus LDK At-Tarbiyah 2018

[DAILY TAUJIH] Ketika Cinta Berbuah Surga