Ibunda Aisyah Radhiyallahu’anha, Nirmala Suci Tak Ternoda [Part 1]



Ditulis kembali oleh Lailatul Maghfirah

 

Ibunda Aisyah Radhiyallahu’anha

Apa yang kita rasakan ketika namanya disebut ?

Apa yang kita pikirkan ketika mendengar kisah tentang beliau?

Perjumpaan ini akan kita mulai dari pertanyaan Amr bin ‘Ash ra. kepada Rasulullah saw., ia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau sukai?”

Rasul menjawab, “Aisyah”

Amr bertanya lagi, “Bagaimana dari kalangan laki-laki?”

Beliau menjawab, “Ayahnya”.

Betapa mulianya Ibunda Aisyah ra. disebut namanya sebagai orang yang paling Rasulullah sukai dan begitupun pada ayahnya.

Ibunda Aisyah ra. adalah kekasih sang kekasih. Beliau adalah ummul mu’minin. Namanya yang disebut oleh Jibril as sebagai istri Rasulullah saw di dunia maupun di akhirat sembari membawa gambar Aisyah dalam sepotong kain sutra hijau kepada Rasulullah saw.

Namanya pula yang disebutkan Rasulullah saw, beliau bersabda, “Sungguh, membuatku tenteram, setelah aku melihat telapak tangan Aisyah yang putih di Syurga”

Baiklah, semoga banyak hikmah yang akan kita dapati melalui sirah ibunda Aisyah ra.

Sirah ini menjadi sebab turunnya beberapa ayat di surah An-Nur. Bermula saat kalungnya ibunda Aisyah ra terjatuh, saat beliau menyertai Rasulullah dalam perjalanan perang Bani Musthaliq. Kalung itu adalah kalung yang dihadiahkan ibunya, Ummu Ruman ra., yang dikenakan Aisyah ra. saat menikah. Sebuah kalung yang berharga dan penuh kenangan.Beliau tidak ingin kehilangan kalung itu. Aisyah ra. pun turun dari hawdaj (semacam tandu yang berada di atas punggung unta). Menyusuri jalan setapak agak menjauh dari lokasi pemberhentian saat perjalanan tersebut. Sampai akhirnya, beliau temukan kalungnya yang berbinar tergeletak di atas pasir. Segera dipungutnya dengan hati-hati. Beliau pun bersegera untuk kembali menuju rombongan. Sayangnya, area tempat tenda telah senyap. Langkah-langkah pasukan dan unta-unta itu telah pergi meninggalkannya.

Aisyah ra tetap menunggu di lokasi tersebut. Berharap ada yang menyadari dan kembali menjemputnya. Menuju sekian lama tidak kunjung berujung. Tidak ada yang melewati lokasi tersebut.

Hingga akhirnya, adalah Shafwan bin Mu’aththal ra., salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang melewati lokasi tersebut.  Ketika melihat ibunda Aisyah ra., Shafwan ra berkata, “Sungguh kami adalah milik Allah, dan kepadaNya kami kembali”. Ibunda Aisyah ra. Tidak memiliki pilihan selain pulang dengan dikawal oleh Shafwan. Beliau gelisah karena tertinggal rombongan dan perjalanan kali ini menguras tenaga hingga ia merasa kelelahan. Naiklah Aisyah ra. kemudian ke punggung unta milik Shafwan, sementara Shafwan berjalan kaki dengan memegang tali unta dan melakukan pengawal yang baik.

Saat mengetahui kejadian ini, orang-orang Munafik memanfaatkan kesempatan untuk menyebarkan fitnah. Sedangkan Aisyah ra. sakit selama sebulan. Beliau tidak mengetahui desas desus yang telah menyebar mengenainya. Sebuah fitnah keji yang disebarkan oleh orang-orang munafik, adalah Abdullah bin Ubay bin Saluy, orang yang berperan dalam menyebarkan tuduhan dusta itu. Termasuk orang-orang yang mendengar tuduhan itu dan tidak mengingkarinya, mereka lemah imannya, Allah berfirman dalam surah At-taubah ayat 47, “Sedangkan di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka.

Satu hal yang membuat ibunda Aisyah ra. curiga adalah sikap lembut Rasulullah saw. yang tidak seperti biasanya ketika ia sakit. Beliau hanya menjenguknya dan bertanya, “Bagaimana keadaanmu?” Kemudian Rasulullah saw. keluar lagi. Apa yang dirasakan ibunda Aisyah ra. kala itu? Mungkin ada sesuatu yang berjarak dari kalimat “Bagaimana keadaanmu?”. Sebuah kalimat hampa dari hangatnya cinta yang selama ini dirasakannya. Apa yang sebenarnya terjadinya? Aisyah ra. merasakannya.

Aisyah ra. yang sama sekali tidak mengetahui mengenai fitnah ini. Yang ia rasakan adalah sejak beliau kembali, lingkungannya kurang bersahabat. Hingga beliau pergi ke rumah ayahnya. Hingga akhirnya ia mengetahui, tentang tuduhan padanya, beliau mendengar dari Ummu Misthah binti Utsatsah. Beliau hampir pingsan mendengarnya, beliau menangis selama sehari dua malam, ia tidak bisa tidur. Tangisnya nyaris meremukkan jantungnya.

Ya Allah, bagaimana saat itu perasaan beliau? Adalah beliau sosok perempuan yang suci, dari keluarga yang suci, ayahnya adalah sahabat terdekat Rasulullah saw, Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah, dengan gelar Ash-Shiddiq, ibunya adalah Ummu Ruman, yang juga bersegera beriman ketika datangnya cahaya Islam, saudara perempuannya seayah adalah Asma’ binti Abu Bakar, dengan gelarnya Dzatu Nithaqain, beliau yang berjuang mengantarkan makanan untuk membantu hijrahnya Rasulullah saw dan Abu bakar padahal saat itu beliau sedang hamil, saudara kandungnya adalah salah seorang pahlawan Islam, Abdurrahman, dan dua orang saudara laki-lakinya seayah adalah bagian dari pasukan kavaleri pilihan Rasulullah saw, mereka adalah Abdullah dan Muhammad. Ibunda Aisyah dididik dalam lingkungan keluarga yang diliputi iman dan cinta, mengenal Islam sedari kecil, dan dididik untuk menjaga diri. Bagaimana perasaanmu bunda? Ketika mendengar fitnah keji ini?

Mari kita simak penuturan beliau. “Dalam kondisi seperti ini, Rasulullah saw. menjengukku. Beliau mengucapkan salam lalu duduk. Sejak desas-desus itu tersebar, beliau tidak pernah duduk disampingku. Sudah sebulan beliau tidak menerima wahyu tentang masalahku ini. Saat duduk beliau mengucapkan syahadat lalu berkata, “Aisyah, sesungguhnya aku menerima berita yang mengatakan bahwa engkau melakukan ini dan itu. Seandainya engkau benar-benar bersih dari tuduhan itu, maka Allah pasti akan membersihkannya. Tetapi jika seandainya engkau telah melakukan perbuatan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepadaNya. Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosa lalu bertobat kepada Allah maka pasti akan menerima tobatnya.”

(Bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

APA SIH, LDK? KENAPA HARUS LDK?

Surat Keputusan Pengurus LDK At-Tarbiyah 2018

[DAILY TAUJIH] Ketika Cinta Berbuah Surga