Menyikapi perbedaan menjadi rahmatan lil 'alamin bersama gus wahid

  
Menyikapi perbedaan menjadi rahmatan lil 'alamin


Perbedaan adalah sebuah sunnatullah atau sesuatu yang tak bisa di hindari, maka dari itu sangat perlu kiranya kita mengetahui bagaimana cara agar perbedaan itu bukan menjadikan perpecahan, akan tetapi mengarah kepada persatuan. Untuk menjawab hal tersebut, LDK at-Tarbiyah mengadakan KASTI (Kajian Sabtu Pagi ) yang bertemakan “menyikapi perbedaan sebagai rahmatan lil ‘alamin” Dengan pembicara yaitu gus wahid, beliau adalah ketua MUI bidang dakwah juga pemimpin pesantren as-salam Singosari.
Dalam ceramahnya beliau mengatakan bahwa perbedaan itu sudah ada sejak zaman Rasulullah sebagai hal yang ditakdirkan oleh Allah SWT, asalkan perbedaan tersebut masih bersifat furu’iyah atau cabang bukan ushuliyah atau pokok, sebagai contoh, sholat adalah hal yang ushuliyah dan semua sepakat bahwa sholat itu wajib dan waktunya sudah ditentukan barang siapa tidak melaksanakan sholat maka akan mendapat dosa, semua sepakat tentang hal itu akan tetapi pada pelaksanaanya banyak mengalami perbedaan. Misalkan menggerak-gerakan jari telunjuk saat tasyahud, ada yang berpendapat hanya mengangkat sekali saja dan ada yang berpendapat di gerak-gerakan. Semua itu disebabkan pemahaman atas dalil yang berbeda. Atau sebagai contoh lain raka’at sholat tarawih dan pemakaian qunut saat sholat subuh. Semua itu bisa menjadi permusuhan dan perpecahan jika tidak ada sesuatu yang bisa menengahi. Dalam ceramahnya beliau mengherankan jikalau zaman dahulu para alim ulama, kiyai berusaha dengan keras untuk mengislamkan yang belum muslim akan tetapi generasi sekarang jusrtu banyak yang mengkafirkan yang sudah muslim. Lalu bagaimana cara mengatasi perbedaan tersebut agar tidak menjadi perpecahan bahkan saling mengkafirkan ?

Gus wahid dalam ceramahnya menjawab setidaknya ada 3 hal yang bisa merubah perbedaan menjadi rahmatan lil ‘alamin atau perbedaan menjadi alatpemersatu bangsa, yaitu ilmu, ikhlas, amal dan focus terhadap yang lebih besar.
Maksud dari ilmu sebagai solusi mengatasi perbadaan adalah bahwa kita harus mengatahui darimana perbadaan itu datang. perbadaan itu datang bisa jadi dari dalil yang berlainan atau pemahaman yang berbeda atas satu dalil
Yang terpenting semua perbedaan itu mempunyai dasar hukum yang jelas, sehingga kita boleh memilih manapun dan tidak saling menyalahkan. Yang tidak boleh adalah mengambil sebuah hukum atau mencampurkan hukum dengan maksud memilih yang lebih mudah. Contohnya ketika wudlu seseorang memilih madzhab syafi’I yang membolehkan membasuh 3 helai rambut kepala, akan tetapi dalam masalah membatalkan wudlu orang tersebut memilih madzhab hanafi yaitu tidak batal wudlu seseorang kecuali dengan berkumpul antara laki-laki dan perempuan yang ( jima’). Jadi dengan memiliki ilmu yang luas, kita akan mempu lebih bertoleransi selama itu masih bersifat furu’iyah.
          Selanjutnya adalah ikhlas, maksud dari ikhlas sebagai pemersatu disini adalah ketika kita meyakini sebuah madzhab, akan tetapi suatu saat kita tinggal di daerah yang madzhabnya berbeda dengan apa yang kita yakini, maka kita harus ikhlas menerima apa yang berlaku di daerah tersebut.
Sebagai contoh ketika imam syafi’I menjadi imam di daerah dimana banyak pengikut imam hanafi, imam syafi’I tidak menggunakan qunut saat shalat subuh. Bukan berarti imam syafi’I itu plin-plan akan tetapi beliau mengajarkan kepada kita sikap ikhlas dan toleransi yang tinggi selama itu masih dalam koridor islam.
Kemudian amal. Amal disini adalah kelanjutan dari ilmu dan ikhlas. Maksud amal disini adalah setelah kita mengatahui bahwa perbedaan adalah sunatullah dan setiap perbedaan memiliki dasar hukum yang jelas, kemudian kita sudah mempunyai sifat ikhlas manakala kita hidup di lingkungan yang berbeda, maka tahap selanjutnya adalah mengamalkan atau mempraktikan hal tersebut sehingga terciptalah masyarakat yang harmonis.
Dan yang terakhir adalah focus terhadap yang lebih besar. Mungkin inilah inti dari ceramah yang beliau sampaikan. Beliau berpesan bahwa saat ini kaum muslimin seharusnya tidak memperdebatkan masalah kecil yang seperti itu, masih banyak perkara-perkara besar yang harus diselesaikan, misalnya maraknya kristenisasi di daerah-daerah yang terjadi bencana, seharusnya umat islam sekarang tidak lagi berdebat sesama muslim terlebih semuanya memiliki landasan hukum yang pasti yaitu qur’an dan hadits.

Lalu yang terakhir pesan beliau kepada mahasiswa, yaitu kalian adalah mahasiswa muslim dengan ilmu pengetahuan yang luas dan pengalaman yang mumpuni maka jadikanlah tempat dimana kalian tinggal menjadi tempat yang harmonis, tinggalkan perpecahan hanya dikarenakan perbedaan kecil, bayangkan jika satu mahasiswa kembali ke daerah asal masing-masing lalu memahamkan mesyarakat bahwa perbedaan adalah rahmat, maka baldatun thayibatun wa robun ghafur adalah bukan mimpi lagi. 

Comments

Popular posts from this blog

APA SIH, LDK? KENAPA HARUS LDK?

Surat Keputusan Pengurus LDK At-Tarbiyah 2018

[DAILY TAUJIH] Ketika Cinta Berbuah Surga