Menyorot Kesamaan Syiah dengan Yahudi dan Nashrani
Saya tidak membedakan apakah saya shalat
bermakmum di belakang seorang penganut Jahmiyah atau Rafidhah (Syiah), ataukah
bermakmum di belakang Yahudi dan Nasrani (semuanya tidak sah). Mereka tidak
boleh disalami, tidak boleh dibesuk ketika sakit, tidak boleh dinikahi
(wanitanya), tidak dilayat jenazahnya, dan tidak boleh dimakan
sembelihannya." ( Imam Bukhari, Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal.25)
Bagi mereka yang belum paham akan hakikat
ajaran Syiah, ungkapan ulama ahli hadits di atas menyisakan satu pertanyaan.
Pertanyaan tersebut yaitu, dimanakah letak kesamaan antara Syiah dengan Yahudi
dan Nashari? Dan untuk menjawab pertanyaan ini, sekiranya penjelasan Ibnu
Taimiyah dalam bukunya Minhajus Sunnah dapat mewakili. Dalam buku tersebut
beliau menyebutkan ada tujuh kesamaan atau kemiripan Syiah dengan Yahudi dan
Nashari.
Pertama, sisi kesamaan antara Yahudi dan
Syiah adalah bahwa fitnah yang ada pada Syiah itu persis dengan fitnah yang ada
pada Yahudi, yaitu kalau orang Yahudi mengatakan yang hanya layak memimpin
kekuasaan adalah keluarga Dawud, begitu juga kata Syiah bahwa yang hanya layak
memimpin sepeninggal Rasulullah SAW hanyalah Ali bin Abi Thalib beserta
keturunannya.
Kedua, Orang Yahudi mengatakan:”Tak ada jihad
di jalan Allah sehingga Al-Masih Ad-Dajjal keluar, dan pedang turun di tangan”, sementara
orang Syiah mengatakan:”Tidak ada jihad di jalan Allah SWT sehingga imam Al-Mahdi (imam
kedua belas mereka) keluar dan ada yang mengomandokan dari langit”.
Ketiga, Orang-orang Yahudi mengakhirkan
shalat sampai munculnya bintang-bintang, begitu pula orang-orang Syiah mereka
mengakhirkan shalat Maghrib sampai muncul bintang-bintang. Padahal jelas-jelas
Rasulullah SAW melarang hal tersebut melalui haditsnya, ِمْوُجُّنلا ِكاَبِتْشا ىَلِإ
َبِرْغَمْلا اْوُرِّخَؤُي ْمَلاَم ٍةَرْطِف ىَلَعيِتَّمُأ ُلاَزَت َال
“Umatku masih dalam keadaan fitrah, selama tidak mengakhirkan shalat
Maghrib sampai munculnya bintang-bintang.” (HR. Imam Ahmad, hal. 4/147,
5/417, 422, Abu Daud (4/8) dan Ibnu Majah dalam Az-Zawaid dengan sanad hasan).
Keempat, Orang-orang Yahudi memutarbalikkan
Kitab Taurat serta merubahnya, sebagaimana Syiah mereka memutarbalikkan Al-Qur’an dan
merubahnya sekaligus meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang tidak orisinil
karena telah mengalami tahrif (distorsi).
Kelima, Orang-orang Yahudi mengingkari
kebolehan mengusap Al-Khuf (sepatu atau slop) ketika berwudhu dalam bepergian.
Begitu pula dengan Syiah, mereka tidak membolehkannya.
Keenam, Orang-orang Yahudi membenci
malaikat Jibril. Mereka mengatakan ia musuh kami dari golongan malaikat
sebagaimana Syiah mengatakan malaikat Jibril salah alamat ketika menyampaikan
wahyu kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu sekte Syiah yang berkeyakininan
seperti ini yaitu sekte yang bernama Al-Gharibiyyah. Alasan mereka mengatakan
bahwa malaikat Jibril telah berkhianat dikarenakan telah memalingkan risalah
dari Haidar (Ali bin Abi Thalib). Padahal Allah SWT sendiri lah yang menggelari
malaikat Jibril dengan al-amin (terpercaya). Adapun Ayat-ayat yang menegaskan
hal tersebut salah satunya yaitu Firman Allah SWT, ُنيِمَأْلا ُحوُّرلا ِهِب َلَزَن
“Telah turun kepadanya Jibril yang dipercaya” (QS.
As-Shu’ara: 26/163) Ketujuh, Syiah sama dengan orang-orang Nasrani dalam
masalah maskawin, yaitu wanita-wanita Nasrani tidak berhak mendapatkan maskawin
karena mereka hanya untuk dipakai bersenang-senang (mut’ah). Adapun dalam ajaran Syiah
letak kesamaannya yaitu keyakinan Syiah akan kehalalan nikah mut’ah untuk
bersenang-senang semata meskipun pihak wanita berhak mendapatkan maskawin.
(Ibnu Taimiyyah, Minhajus Sunnah, 1/24).
Demikianlah ketujuh hal yang menurut Ibnu
Taimiyah menjadikan Syiah tak ubahnya seperti Yahudi dan Nashrani. Dan
ironisnya, ternyata orang-orang Yahudi dan Nasrani memiliki dua keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh orang-orang Syiah. Dua keistimewaan tersebut yaitu;
pertama, apabila orang-orang Yahudi ditanya tentang siapa sebaik-baik pemeluk
agama kalian? Mereka akan menjawab para sahabat Nabi Musa AS. Kedua, apabila
orang-orang Nasrani ditanya siapa sebaik-baik pemeluk agama kalian mereka akan
menjawab para sahabat setia Nabi Isa AS. Akan tetapi jika orang-orang Syiah
ditanya tentang siapa yang paling buruk dari pemeluk agama kalian mereka
menjawab para sahabat Muhammad SAW. (Ibnu Taimiyyah, Minhajus Sunnah, 1/24).
Walhasil, melihat kepada adanya kemiripan
ajaran Syiah dengan Yahudi dan Nashrani di atas, maka selaku muslim yang kritis
sudah semestinya kita pertanyakan kembali orisinalitas “Islam” Syiah kepada setiap pemeluknya.
Wallahu’alam.
Oleh: Nofriyanto al-Minangkabawy
Penulis Bina Qalam Indonesia dan Salah Satu
Penulis Buku "Teologi dan Ajaran Shi'ah" Menurut Referensi Induknya.
Comments
Post a Comment