Yang Sempurna yang Terpilih
Masih
ingatkah di zaman dulu ketika mengaji di kampung? Pak Ustadz akan mengizinkan
para santri pulang ke rumah setelah kita menghapal salah satu surah pendek yang
sudah ditentukan satu hari sebelumnya. Siapa yang sudah menghapal dipersilahkan
maju untuk diuji. Lancar dan bagus bacaannya, boleh pulang. Jika terbata-bata,
silahkan duduk dan pelajari lagi sambil menunggu giliran berikutnya. Bagi yg
tidak/belum hapal, harap pasrah pulang paling akhir plus dengan sedikit
‘omelan’ dari Pak Ustadz.
Setiap
kali seorang santri tengah diuji hapalannya, santri yang lain komat-kamit
menghapal, sementara santri yang lainnya memperhatikan bacaan santri yg sedang
diuji sambil berdebar-debar menunggu giliran. Santri yang sudah teruji dengan
baik, tidak jarang menjadi contoh dan dipuji Pak Ustadz. Bangga, tentu saja
lantaran hari itu ia menjadi yang pertama mampu melewati ujian. Seorang teman
satu sepengajian pernah mengisahkan kegembiraannya setelah terpilih mewakili
pengajian kami untuk ikut lomba hifdzil quran (hafalan qur'an). Meskipun ia
tidak menang dalam perlombaan itu, terpilih untuk mewakili pengajian kami pun
sudah prestasi luar biasa baginya.
Hukum
kesempurnaan ini akan berlaku kapan pun dan di mana pun. Kesempurnaan dimaksud
adalah bukan titik puncak dari apa yang bisa dilakukan seseorang. Melainkan
sebuah upaya yang maksimal yang mampu diusahakan, ianya diperoleh melalui
proses yang panjang dan melelahkan. Kesempurnaan biasanya dicapai dengan akal
pikiran, kerja keras yang tidak kenal menyerah.
Seorang
siswa terpilih menjadi siswa teladan bukan hanya karena nilainya tertinggi,
melainkan juga dinilai dari aspek yang lainnya seperti sikapnya terhadap guru
dan teman, kepemimpinannya, kedisiplinan, kerapihan, kebersihan, dan kecakapan
lainnya yang di atas rata-rata teman satu sekolahnya.
Karenanya,
mari berusahalah terus untuk menjadi lebih baik dan lebih sempurna. Kalau kita
bisa menapaki anak tangga ke seratus, kenapa harus berhenti di anak tangga yang
ke tujuh puluh? Kalau sanggup mendaki Mount Everest, kenapa hanya bukit kecil?
Kalau kita sanggup menyelesaikan sepuluh pekerjaan dalam sehari, kenapa hanya lima?
Kalau sanggup mendapat nilai A dalam ujian, kenapa hanya berusaha mendapatkan
B?
Allah
SWT itu Maha Sempurna, maka dekatilah Dia dengan cara yang sempurna. Sebagai
hamba, kita harus beribadah dan bekerja secara sempurna. Perbaikilah semua yang
masih bisa kita diperbaiki, sempurnakan segala yang seharusnya bisa lebih
sempurna. Bukankah orang-orang yang akan menghuni surga-Nya adalah mereka
orang-orang yang terpilih? Menjadilah orang yang sesempurna mungkin, agar kita
termasuk menjadi orang-orang terpilih. (^_^)
Insya
Allah…
Comments
Post a Comment